Rabu, 26 Agustus 2015

Jam dinding Antik Junghans perempatan Excella W 64 kaca bintang | Junghans wall clock 4/4 westmister 4 chimes striking movement

Pose depan



Pose dari kiri

Pose dari kanan


Pose terbuka


Kaca cembung


Kaca gravir bintang khas Junghans Excella



Pose terbuka papan dalam utuh dan dawai biru tegak lurus



Dawai empat simbol matahari


Dawai simetris dan masih tampak warna kebiruan


Pengunci kedudukan hilang dan sudah diganti


kunci untuk dudukan sudah diganti



Plat dial original dan masih terawat dengan baik


Simbol junghans masih tampak bagus sekali
 


Mesin kering dan sangat terawat minim korosi



Terdapat stopper untuk mengunci pada melodi hammer-nya
 



Terdapat stopper untuk mengunci bunyi gongnya


Kode W 64 yang biasa disebut Junghans Excella

Memakai 7 buah pemukul nada, kulitnya masih utuh


Asli standard pakem junghans excella dawai 4



Krom pada pendulum mulus tanda jamnya sangat terawat



Tampak pendulum dan hanger pendulum masih sangat bagus


Tampak bagian belakang pendulum bersih terjaga


Junghans Excella..

  Pada awalnya istilah Excella pertama kali hanya dipergunakan di komunitas pencinta jam pendulum diwilayah Surabaya dan kemudian berkembang meluas ke berbagai wilayah di nusantara, diadopsi dari perbendarahaan kata dari Exzellent (German) dan Excellent (English) tetapi tidak ada rujukan mengenai istilah Excella disetiap halaman pada katalog yang kami miliki maupun pada penelusuran di dunia maya

  Istilah Excella ini sendiri adalah sebagai penanda/penunjuk jam Junghans dengan kode mesin W64. Kode  W64 ini tentu mempunyai keunggulan  dibanding dengan mesin junghans dengan kode mesin lainnya, karena  mesin Excella atau W 64 ini diproduksi tiga versi oleh Junghans Wanduhr Fabrik  yakni Excella dawai # 8, dawai #6 dan versi Excella dawai # 4 
beberapa keunggulan Excella dawai # 4 dibanding excella dawai #8 atau dawai #6 yakni dijam excella dawai # 4 
1. Hanya mempunyai  4 lidi dawai dengan 7 pemukul ( dawai #8 mempunya 8 pemukul, dawai #6 mempunyai 6 pemukul)
2. Terdapat knop stopper untuk mengontrol bunyi melodi dan bunyi gongnya, jadi anda tinggal men-setting knop tersebut jika anda menginginkan jam ini berbunyi melodi saja atau berbunyi gong saja bahkan anda bisa men-setting all silent jika anda menginginkan jam ini tidak berbunyi sama sekali.
3. Kontruksi yang ringkas dan plat mesin dengan kandungan brass/ kuningan yg lebih banyak pada jam kode W 64 tentu membuat jam ini akan lebih berumur panjang
4. Kontruksi mesin yang ringkas dan tidak ribet 
Dan sudah barang tentu saja jam ini Excella dawai #4 ini lebih susah dan lebih langka ketimbang mencari excella dawai#6 atau #8

Keunggulan -keunggulan oleh Junghans Wanduhr Fabrik ini tentu ditandai dengan diproduksi secara khusus dengan tanda gravir bintang sebagai memorial bahwa mesin junghans kode W64 pernah menjadi pemenang best construction wall clock machine contest yang diadakan secara berkala pada masanya itu yang diikuti oleh berbagai pabrik jam lainnya diantaran oleh New Haven, Smiths, Kienzle, Mauthe, Jerome & co, Ansonia, Anker hunr, Gilberts, Water bury, Seth Thomas, Howard Miller, En Welch dan masih banyak lagi pabrik kala itu
Dan dari 154 motif kaca gravir pada jam Junghans hanya terdapat 3 biji yang mempunyai tanda bintang, sungguh excella bukan...??



Hanya ada 3 motif bintang dari 154 motif yang ada dikatalog

:: TERJUAL ::

Jika anda berminat silahkan..
Call/SMS/Line/WhatsApp 

087852554111
081330724111


Pin BB 

2676DCDC



Kamis, 13 Agustus 2015

LP's Gramaphone INDONESIA RAYA di edarkan oleh Panitia Monumen W.R SOEPRATMAN


Kondisi utuh nyaris New Old Stock


Tampak depan cover kertas masih sangat bagus sekali


Terdapat tulisan tangan dari pemilik sebelumnya

Kepada Mrs. Margaret A Ward
Pentjipta lagu2 kebangsaan dari seluruh dunia
disampaikan sebagai 
kenangan ulang tahunnja 
Tg 30-II-1967
dari Soenipar (kurang jelas) 

Pertanyaannya :
Siapakah Mrs.Margaret A Ward ?
Siapa pula Bpk.Soenipar ?


Cover belakang utuh dan kondisi sangat baik atau VG (Very Good)


Terdapat Pesan masih dalam penulisan Ejaan Republik dari Gubernur Jawa Timur (1963-1967) Bpk Kol. Moch Wijono  yang isinya

Merdeka,
Hanja Bangsa jg besar jg dapat menghormati pahlawan2nja
Kepada pentjipta lagu kebangsaan Indonesia Raya jaitu Alm.Wage Rudolf Soepratman
patut serta wajib kita kenangkan dg membuatkan sebuah monumen jg megah, sbg tanda kehormatan serta tjinta kasih Bangsa Indonesia thd djasa2nja jg telah kuasa menjalakan api kemerdekaan jg membakar abadi
Monumen jg akan dapat menggugah semangat kitautk melaksanakan serta menjelasaikan Revolusi Nasional ;
Pula akan dpt mengingatkan kpd anak keturunan kita kelak bahwasanja mereka adalah putra- putra Bangsa jg berjuang
Rasa terimaksaih jg tak terhingga kpd siapun jg telah membantu terlaksananja usaha ini 
Surabaja 10 Nop 1961
Pan Monumen W.R Soepratman
Ketua
(kol Moch.Wijono)


Kondisi Piringan hitam sangat mulus dan dalam kondisi sangat baik atau VG (Very Good)


Muka I lagu Indonesia Raya ciptaan W.R SOEPRATMAN



Muka II lagu satu Nusa Satu Bangsa ciptaan L MANIK


  Lagu Indonesia Raya dalam format LP's gramaphone ini kami dapatkan dalam kondisi sangat bagus atau VG (Very Good)

  Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini pertama kali diperkenalkan oleh komponisnya, Wage Rudolf Soepratman, pada tanggal 28 Oktober 1928 pada saat Kongres Pemuda II di Batavia. Lagu ini menandakan kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh nusantara di Indonesia yang mendukung ide satu "Indonesia" sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah menjadi beberapa koloni.

Monumen W.R. Soepratman : Impian yang tidak pernah terwujud
  Rencana pembangunan monumen W. R. Soepratman dapat dikatakan merupakan rencana proyek prestisius kedua setelah pembangunan tugu pahlawan. Berbeda dengan pemindahan dan pembangunan makam baru bagi W.R. Soepratman yang dengan mudah diwujudkan, pembangunan monumen yang digagas sejak awal tahun 1950-an mengalami berbagai masalah bahkan tidak terlihat wujudnya hingga sekarang. Dari berbagai sumber yang ada, tampaknya rencana pembangunan monumen ini tersangkut persoalan keuangan. Rencana pembangunan monumen W. R. Soepratman ini mendapat perhatian serius dari Presiden Soekarno. Dalam amanatnya, presiden menyarankan supaya:
“...berilah tempat pada tugu Soepratman ini yang bewaga (luas-lapang). Berilah tinggi 5 x 17 m. sama dengan 85 meter”21. Saran yang disampaikan oleh Bung Karno tersebut disesuaikan dengan angka-angka “keramat”, 5 untuk Pancasila dan 17 untuk tanggal proklamasi. Sebagai seorang presiden yang kata-katanya bagai mantra, apa yang disampaikan atau disarankannya pasti diamini oleh banyak kalangan. Berkaitan dengan saran Soekarno untuk monumen W. R. Soepratman misalnya, seorang wartawan Surabaja Post menimpali: “Kalau direncanakan tugu veteran berupa bambu runcing itupun akan tinggi menjulang, maka memanglah tepat kalau sekali kita bikin tugu-tugu, haruslah yang besar-besar sekali, melambangkan kebesaran jiwakita.”
  Saran atau tepatnya instruksi Presiden Soekarno atas bentuk dan ukuran monumen ini merupakan instruksi kedua setelah pada tahun 1952 menentukan bentuk dan tinggi dari tugu pahlawan. Selain pandangannya bahwa jiwa bangsa tercermin dari bangunan-bangunannya, turut campur tangannya Seokarno dalam penentuan bentuk dan ukuran terhadap beberapa monumen di Kota Surabaya, berkaitan dengan ikatan emosional beliau dengan kota ini. Soekarno menghabiskan sebagian waktu mudanya dikota Surabaya untuk bersekolah di Hogere Burger School (HBS) dan tinggal di rumah H.O.S. Tjokroaminoto di Jalan Peneleh. Untuk melaksanakan amanat presiden, maka melalui suratnya tertangal 30 Maret 1963, panitia mengajukan pendapat dan permohonan kepada gubernur agar tanah yang terletak di Wonotjolo yang cukup luas dan memenuhi syarat untuk dapat ditentukan sebagai tempat monumen W. R. Soepratman dan tempat Pusat Kebudayaan serta dicantumkan dengan resmi di dalam rencana perluasan Kota Surabaya. Berkaitan dengan lokasi tersebut, pada tanggal yang sama, panitia telah mengajukan usul kepada Djawatan Planologi di Jakarta dan diperoleh sebidang tanah di Wonocolo dengan luas 240 hektar. Lokasi ini diberikan atas persetujuan Presiden Soekarno. Selain menyetujui tanah yang terletak di Wonocolo sebagai lokasi pembangunan monumen, Presiden Soekarno menyarankan juga agar makam W. R. Soepratman dipindahkan ke tempat ini. Di areal monumen tersebut akan dibangun juga pusat kebudayaan bangsa Indonesia. Tempat-tempat tersebut adalah: Akademi Musik Timur dan Barat, Akademi Seni Tari Timur, Gedung Phylharmony Orkes, Gedung Seni Drama timur, Gedung Seni Theater, Gedung Rapat Besar, Perpustakaan Kebudayaan, Art Gallery, Museum Kebudayaan, Theater Terbuka (Bowl), Stadsbosch dan Vyver, Taman Bunga, dan Lapangan terbuka di muka monumen dan Vyver. 
   Namun demikian, rencana yang ambisius itu tidak pernah terwujud. Panitia yangdiberi amanat untuk mewujudkan monumen tersebut tidak berhasil mewujudkannya walaupun sudah dibentuk silih berganti. Mengingat panitia yang dibentuk pada tanggal 5 Januari 1962 dengan ketua Kolonel T.N.I Mochamad Wijono tidak menunjukkan hasil apa-apa, maka pada tanggal 9 Oktober 1963 menteri P.D. dan K kembali melantik pengurus baru yang diketuai oleh Dr. Satrio Sastrodiredjo yang saat itu menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Timur dan Moeljono Soerjopramono (Kepala Inspeksi Kebudayaan Daerah Propinsi Jawa Timur) sebagai sekretaris.
Tidak ada keterangan yang penulis temukan bagaimana panitia ini bekerja dan
apa yang telah dihasilkannya. Sebaliknya, yang terjadi justru diberhentikannya Dr.Satrio Sastrodiredjo, Soetojo, dan Roeslan Kamaloedin, masing-masing sebagai ketua,pembantu seksi keuangan, dan sebagai penasehat panitia. Pemberhentian Dr. Satrio Sastrodiredjo, Soetojo, dan Roeslan Kamaloedin dari pemerintahan sekaligus dari kepanitiaan pembangunan monumen sangat berkaitan dengan ‘gonjang-ganjing’ politik yang terjadi saat itu. Siapa sesungguhnya Dr. Satrio Sastrodiredjo sehingga namanya harus dicoret dari aktivitas sosial dan pemerintahan? Tidak banyak keterangan tentang sosok ini. Dalam beberapa sumber disebutkan, Dr. Satrio Sastrodiredjo merupakan calon tunggal yang diajukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menjabat sebagai kepala daerah kotapradja Surabaya. Dr. Satrio Sastrodiredjo yang kemudian menjadi walikota Surabaya periode 1958-1964 ini merupakan anggota PKI sejak tahun 1953 dan menjadi dosen dalam ilmu Neorologi dan Psikiatri pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Selain itu, dia juga menjabat sebagai wakil ketua Lembaga Persahabatan Indonesia-RRT dan pada masa revolusi menjabat sebagai Menteri Muda Kesehatan27. Pemecatan Dr. Satrio Sastrodiredjo dan dua orang lainnya dari kepanitiaan pembangunan monumen W. R. Soepratman akibat tersangkut dengan organisasi terlarang, sekali lagi menjadi bukti betapa perubahan peta politik dapat menjungkirbalikkan’ karir politik seseorang.
sumber:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/08/sejarah-lagu-indonesia-raya 
www.geocities.ws/konferensinasionalsejarah/sarkawi.pdf

  Dan baru pada masa pemerintahan kota bpk. Walikota Soenaryo akhirnya  terwujud pembangunan makam dam monumen W.R Sopratman dengan anggaran dari bantuan BI (Bank Indonesia) meski sangat berbeda dengan proyek prestisius dizaman pemerintahan bpk Ir.Soekarno. Museum WR Soepratman baru diresmikan pada 28 Oktober 2003 olah Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika

  Berikut ini adalah daftar Gubernur Jawa Timur dari tahun 1945 hingga sekarang.
1. R.M.T Ario Soerjo (1945 - 1947)
2. Dr. Moerdjani (1947 - 1949)
3. R. Samadikun (1949 - 1957)
4. R.T.A Milono  (1957 - 1959)
5. R. Soewondo Ranuwidjojo (1959 - 1963)
6. Moch Wijono  (1963 - 1967)
7. R.P Mohammad Noer (1967 - 1978)
8. Soenandar Prijosoedarmo  (1978 - 1983)
9. Wahono   (1983 - 1988)
10. Soelarso  (1988 - 1993)
11. Basofi Sudirman  (1993 - 1998)
12. Imam Utomo  (1998 - 2003)
13. Sunaryo   (2003 - 2008)
15. Setia Purwaka  (2008 - 2009)
16. Soekarwo (2009 - Sekarang)
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Gubernur_Jawa_Timur

  Itulah sepenggal kontroversi, mengapa LP's ini sangat menjadi incaran para kolektor maupun pengemar musik terutama yang berhubungan dengan sejarah nasional. Fenomenal nya LP's ini adalah suvenir dari para sukarelawan penyumbang dimasa pemerintahan orde lama, berapa jumlah uang sumbangan untuk pembangunan monumen W.R Soepratman jika sesuai proyek prestisius pada masa Presiden Ir. Soekarno ?? dan sudah barang tentu LP's ini hanya dicetak dan beredar puluhan saja bukan..?!
sekedar tahu saja bahwa monumen W.R Soepratman adalah no 2 termegah setelah monumen Monas yang telah dibangun oleh pemerintah dari 9 menumen termegah di Indonesia

:: TERJUAL ::
 ( Sudah termasuk ongkos kirim seluruh Nusantara )

# Maaf tidak menerima tawar menawar khusus yang satu ini

Jika anda berminat silahkan Hubungi
Call/SMS/WA/Line 
087852554111
081330724111
PIN 
2676DCDC